Pages

Tuesday, June 29, 2010

Tips Memberi Obat Pada Si Kecil


Seringkali sebagai orang tua, kita kewalahan saat harus meminumkan obat pada si kecil yang lagi sakit. Mulai dari si kecil yang susah membuka mulut, pakai acara kejar-kejaran, tangisan si kecil yang menyayat hati sampai obat yang disemburkan lagi saat sudah berhasil masuk ke mulut. Wah..harus ada perjuangan yang ekstra keras demi kesembuhan si kecil.

Dan saat putus asa mulai melanda, biasanya hanya ada satu cara : memaksa dengan cara berkolaborasi dengan bapaknya si kecil, satu pegangin tangan, satu pegang kaki, si ibu memasukkan obat dengan paksa ke mulut si anak tanpa menghiraukan tangisannya lagi. Biasanya cara ini cukup berhasil tapi tahukah kita jika cara seperti ini bisa menimbulkan ketakutan dan trauma si kecil pada obat ?

Sebenarnya, yang paling penting adalah bagaimana cara menumbuhkan kesadaran pada si kecil tentang pentingnya obat untuk kesembuhan. Memang nggak gampang, dan saya sendiri sudah merasakannya.

Obat untuk si kecil itu kan macam-macam, ada yang berupa syrup, puyer atau tablet yang harus digerus dulu. Jika obat itu berupa syrup, mungkin si kecil bisa suka karena rasanya manis, tapi untuk obat yang pahit seperti puyer dan tablet ? Nah, ini dia beberapa trik yang mungkin bisa membantu berdasarkan pengalaman yang saya lakukan pada si kecil :

Memakai Pipet Tetes

Biasanya cara ini cukup efektif saat saya memberi vitamin atau obat berupa syrup, dan berhasil juga untuk obat puyer yang sudah dicampur dengan air di taruh di sendok makan, kemudian cairan obat diambil dengan pipet dan diminumkan kepada si kecil. Biasanya saya membujuk si kecil dengan omongan seperti ini,” Ayo Andro sayang, obatnya diminum..sluuurrrrppp…srrruuuuttt…pinter…”. Jika obat itu memang pahit, segera setiap satu pipet diminum, si kecil diberi minum air putih kemudian obat lagi, air putih lagi dan begitu seterusnya sampai obat habis.

Campur dengan Pisang

Sesekali dicoba pula untuk memasukkan obat pahit yang digerus dahulu ke dalam pisang yang sudah dikerok. Si kecil tidak sepenuhnya menyadari jika ada obat di dalam pisangnya. Tahu-tahu, lho kok sakitnya sudah sembuh ? Hehe..

Langsung memberi obat

Saat ini saya sudah tidak kesulitan lagi jika anak saya batuk pilek atau saat alergi karena udara panas sampai badannya bentol-bentol merah dan harus minum obat dari dokter. Andro, anak saya sudah gampang minum obat dan tidak takut jika diajak ke dokter.

Saya tinggal bilang,” Minum obat, yuk, sayang..”

Andro langsung berlari dan segera menunjuk obat yang tersimpan di atas lemari obat.

Jika saya berlama-lama, Andro segera berteriak,” Minum obat, mama..”.

Saya selalu menggoda, “Nanti aja, ya…obatnya mau diminum mama....”

Waaaa…,” Andro segera berteriak dan menangis.

Begitu obat itu saya ambil, Andro sudah membuka mulutnya lebar-lebar..padahal saya harus menggerus obat pahit itu di sendok makan dahulu..wah, sudah nggak sabar ya nak..dan habislah obat itu diminum Andro sampai tetes terakhir dan satu gelas air putih pun ditandaskannya. Saya geleng-geleng kepala. Apalagi kalau obat atau vitamin yang berupa syrup. Saya sudah tidak perlu bantuan bapaknya lagi untuk minum obat si kecil.

Biasanya orang tua yang mengajak anak minum obat, tapi anak saya malah yang bilang duluan mau minum obat supaya sembuh. Wah..beruntungnya saya..

Wednesday, June 2, 2010

Hanya Nama, Nggak Penting !


Jika Shakespeare pernah bilang “Apalah Arti Sebuah Nama”, tetap saja akan terjadi kekacauan jika di dunia ini banyak manusia tidak bernama. Coba dibayangkan, gimana cara manggilnya ya ? Kata hey, anu, kamu, si, dan sebutan fisik khas pemiliknya akan menjadi kata favorit sepanjang sejarah.

Misalnya si rambut keriting mie, si andeng-andeng di hidung, si mata sipit, si keling, si kumis tipis, si sangar dan si-si lain yang mencerminkan pemiliknya. Sudah terbayang gimana crowded dan pusingnya mengingat-ingat itu semua jika dunia tanpa nama ?

Ada nama saja kadang susah ngingatnya gimana kalau nggak ada. Apalagi kalau banyak yang mirip-mirip. Duh, tambah pusing lagi harus mencari-cari ciri khas yang paling bisa diandalkan dan nggak pasaran.

Bicara tentang nama, cukup ampuh juga kalau kita bisa menghafal banyak nama orang yang kita kenal. Bayangkan saat kita di jalan tiba-tiba ada yang memanggil nama kita. Duh..senangnya ada yang mengenal nama kita dan mau berbaik hati menyapa. Rasanya gimana gitu..

Tapi kalau nama kita dilupakan begitu saja, bahkan ada yang salah sebut nama kita, gimana rasanya ya ? Pasti ada rasa terabaikan yang membuat kita bersedih hati dan tak jarang membuat kita berintrospeksi diri untuk segera meningkatkan keeksisan kita agar selalu diingat oleh orang lain.

Masih bicara soal nama, saya merasa tersanjung ketika guru Bahasa Indonesia saya di SMA Pak Noto (semoga saya tidak salah sebut nama), pernah mencoba mengartikan nama saya saat memanggil nama murid-muridnya di absensi. Nama lengkap saya Juliastri Sayektiningsih yang biasa saya singkat Sn supaya kesannya nggak panjang amat. Oleh beliau nama saya diartikan sebagai Gadis yang lahir bulan Juli itu lambang cinta kasih. Alamak..yang benar saja, pak.

Saya mencoba mengkonfirmasi kepada ayah saya yang waktu itu masih sugeng. Ayah saya hanya tersenyum ketika saya bercerita tentang hal ini.

Juli artinya memang di bulan Juli saya dilahirkan.

Astri dalam bahasa Jawa bisa juga diartikan sebagai Estri yang artinya anak perempuan.

Sayekti artinya sejati, tenan = benar.

Ningsih kepanjangan dari Bening Asih yang artinya kasih, cinta yang murni.

Saya takjub, ayah saya tidak main-main dalam memberi nama. Ada makna terdalam dari nama itu. Padahal saat itu saya pernah mengeluh dengan nama saya yang pasaran dan kurang indah. Dimana-mana ada nama Yuli, dan Sayektiningsih-nya sering saya singkat Sn untuk menyembunyikan kesannya yang ndeso dan supaya terlihat lebih keren. Ah..

Jika sesuai dengan nama saya yang seharusnya menjadi lambang cinta kasih, ini cukup berat buat saya untuk mengembannya. Saya merasa belum berbuat banyak dalam hidup saya. Cinta kasih yang sesungguhnya universal seringkali tanpa sadar masih saya kotak-kotakkan. Keluarga masih menjadi daftar VIP cinta saya, setelah itu saudara, sahabat baru teman-teman yang menempati kelas I, II, III cinta saya.

Ada skala prioritas dalam cinta saya. Bahkan seringkali pula ada rasa benci bersemayam di hati saya terhadap seseorang atau beberapa orang yang telah mengganggu hidup dan melukai hati saya.

Kadang saya merasa keberatan dengan nama saya jika kelakuan saya menyimpang dari arti nama saya sendiri. Tapi seringkali pula saya mencari pembenaran diri bersembunyi dari istilah kata sang pujangga Shakespere “Hey, it’s just a name”.

Pasti kita juga masih bisa mengingat dengan baik ketika masih duduk di bangku sekolah dulu, nama orang tua kita menjadi bahan untuk saling meledek dengan sesama teman satu kelas. Nama orang tua menjadi bahan tertawaan ketika menjadi pengganti nama kita saat dipanggil. Sangat tidak sopan, tapi kita bisa tertawa bahagia saat itu, saat gairah muda masih begitu bergejolak. Berbalik saat kita sudah menjadi orang tua sekarang, apakah kita masih bisa tertawa jika nama kita menjadi bahan lelucon anak-anak kita dengan teman-temannya ? Kita sudah pernah muda kan ?

Saya juga punya pengalaman saat harus memberi nama anak saya yang saat itu masih ada di perut saya. Segala buku tentang nama-nama anak, saya baca sebagai bahan inspirasi. Saya ingin memberi nama yang bagus tapi juga mempunyai makna dan harapan supaya anak saya bisa baik seperti nama yang disandangnya.

Saya dan suami tidak ingin memberi nama secara sembarangan. Bagi kami, nama adalah doa, harapan dan cita-cita yang mulia. Cukup pusing juga pada awalnya. Akhirnya kami berinisiatif memberi nama anak kami sendiri dengan cara kami sendiri. Suami urun nama, saya juga urun dan digabungkan menjadi Felix Oksandro Bagaskara Tivian.

Felix adalah nama baptis sesuai keyakinan kami sebagai orang Katolik yang mengacu pada nama Santo Felix yang dahulu pernah menjadi Paus.

Oksandro..hm..beberapa orang mengira ini adalah nama Italia. Tahukah anda arti yang sebenarnya ? Nama ini perpaduan dari nama bahasa Jawa sebenarnya. Nggak percaya ? Baiklah saya akan berterus terang saja. Oksandro ini nama karangan suami saya yang artinya OKtober SuSANto Dan SuROto. Kebetulan pula lahirnya anak saya ini di bulan Oktober sesuai perkiraan lahir dari dokter. Coba kalau maju di bulan September, kami pusing harus mencari nama lain. Sedangkan Susanto dan Suroto adalah nama-nama eyang kakungnya. Kami berharap, kelak Andro ( nama panggilannya ) bisa tangguh seperti eyang-eyang kakungnya menghadapi perjuangan hidup yang semakin susah.

Bagaskara artinya matahari. Kami ingin Andro seperti matahari yang bisa menjadi terang dan memberi kehangatan bagi sesama.

Lalu Tivian artinya apa ya ? Kalau ini bagian dari narsisme bapak ibunya yang ingin dicantumkan namanya. Gabungan nama dari SayekTI dan OctaVIA. Nama belakang saya dan suami. Kalau Cuma Tivia saja kok kesannya gantung, ya sudah ditambah huruf N dibelakangnya supaya lebih nyaman didengar.

Rencananya nama ini akan tercantum sebagai nama anak-anak kami sebagai marga. Kalau perempuan ya jadi Tivia atau Tivias saja..hehe..berkhayal dulu, nggak dilarang, toh ? Yang pasti kami harus ngarang nama lagi kalau Andro sudah punya adik perempuan.

Mungkin nanti namanya gantian gabungan dari nama-nama eyang putrinya. Hehe..pasti seru, kolaborasi yang unik, bagus dan akan membuat orang tertipu seperti nama Oksandro yang dikira nama Italia.

Tapi kalau adiknya Andro laki-laki lagi, namanya apa ya ? Semua nama eyang kakungnya sudah dipakai. Wah..pusing dah ! Walah..walah..Adiknya Andro juga belum dibuat kok sudah ribut-ribut soal nama. Ada-ada saja, ya..dasar..hahaha…

Jadi, menurut Anda, apakah nama masuk dalam daftar penting ? Semuanya terserah pada persepsi kita masing-masing..semuanya berhak untuk memilih..monggo mawon nggih…!