Pages

Wednesday, September 26, 2012

Hindari Stress Mental Pada Anak


Tidak seperti biasanya, pagi ini Andro ngadat nggak mau masuk sekolah. Alasannya macam-macam, katanya masuk anginlah, padahal saya yakin Andro baik-baik saja. Mau belajar di rumahlah, yang biasanya mesti disuruh-suruh. Saya heran, tidak biasanya Andro yang semangat setiap mendengar kata sekolah tiba-tiba mlempem begini. Saya bingung, bagaimana cara membujuknya. Mungkin ini akibat dari libur panjang saat lebaran kemarin. Seminggu lebih cukup untuk bersantai-santai bila dibandingkan harus bangun pagi, mandi saat mengantuk dan pergi ke sekolah.

“Ayo, Andro mandi, sudah saatnya masuk sekolah, liburannya sudah selesai..”

Kata saya saat Andro sudah dibangunkan. Membangunkannya pun penuh perjuangan. Lama meleknya, keliatan masih ngantuk sekali.

“Andro masuk angin, ma..capek..”

Saya raba keningnya. Biasa saja, tidak panas yang mengindikasikan kalau dia sakit. Kemarin, Andro liburan ke pantai bersama saudara-saudaranya. Mungkin masih pengin libur, pikir saya.

“Ya sudah, periksa ke dokter ya..”

Kata saya, dengan asumsi Andro segan pergi ke dokter.

“Iya, ma..Andro mau disuntik..”

Saya terkejut. Waduh..salah strategi nih..mikir lagi..Mana jam sudah mepet lagi, bisa telat pikir saya.

“Ya udah, yang penting mandi dulu, ayo..”

Andro mengangguk. Mau saya giring ke kamar mandi. Lalu ritual mandi pun berjalan lancar. Andro menurut saat sikat gigi dan disabun.

“Ke dokternya pakai seragam sekolah ya, biar dokternya tahu kalau Andro sudah TK..”

“Nanti dokternya biar tahu ya..ya..Andro mau..”

Yes..bujukan saya berhasil. Seragam saya pakaikan. Sepatu saya pakaikan. Beres, trus sarapan dan berangkat.

Saat arah motor saya belokkan ke kanan, Andro protes.

“Mama, kalau ke dokter kan belok kiri bukan ke kanan..”

Gawat. Andro sudah tahu arah. Memang arah rumah sakit ke kiri dari rumah.

“Ehm..yang di rumah sakit sini dokternya belum datang sayang, kita ke dokter yang di Wonosari..”

“Ya...”

Jawab Andro tanpa curiga. Maafkan mamamu, nak, berbohong demi kebaikanmu.

Lalu kendaraan saya pacu dan ketika mendekati sekolah Andro, Andro mulai curiga.

“Kok ke sekolah, nggak mau, Andro nggak mau...”

Saya mulai was-was. Segera saya parkir kendaraan di depan sekolah. Turun dari motor Andro langsung berlari menjauh dari sekolah, saya segera mengejarnya. Wajahnya tampak pucat, seperti takut terhadap sesuatu.

“Andro kenapa ? Biasanya paling senang ke sekolah..nanti ketemu teman-teman, sayang..”

Andro menggeleng kemudian hampir menangis. Saya menggandengnya, Andro tetap terdiam di tempat. Lalu tangisnya pecah. Saya kebingungan.

“Ayo, sayang..sudah telat ini, Andro ada upacara bendera kan..?”

Andro tetap menggeleng dan menangis keras.

“Ayo pulang, mama..Andro mau pulang..”

“Sayang, kalau Andro tidak mau masuk sekolah, mama harus minta ijin dulu sama Bu Guru. Ayo bilang sama bu Guru dulu..”

Tangis Andro berhenti.

“Mama aja yang bilang, Andro tunggu disini..”

“Baiklah..Andro jangan kemana-mana ya...”

Saya beranjak menuju sekolah. Andro pernah sekali tidak masuk sekolah karena sakit batuk dan pilek. Itupun karena melihat temannya sakit dan tidak masuk sekolah, makanya dia ikut-ikutan. Padahal biasanya, dalam keadaan apapun Andro tetap ingin masuk sekolah.

Saya bertemu dengan ibu-ibu dari teman-temannya Andro, yang menunggui anaknya. Kepada mereka saya cerita kalau Andro tidak mau masuk sekolah dan sekarang menunggu di parkiran. Mama Tita menyarankan agar saya menemui Bu Pri, guru kelasnya Andro agar mau dibujuk. Lalu saya menemui Bu Pri yang sedang mendampingi upacara dan menceritakan semuanya. Lalu Bu Pri dan saya menemui Andro di parkiran untuk menjemput dan membujuknya masuk.

“Andro belum salam sama Bu Guru...”

Sapa Bu Pri. Andro tampak terkejut, kemudian mengulurkan tangannya malu-malu.

“Ayo, sudah ditunggu temannya lho..belum tahu ceritanya mas Gilang ya..lucu lho..tadi cerita tentang binatang peliharaan di rumahnya..”

Andro menangis lagi. Ajakan saya untuk masuk tetap tidak ditanggapinya. Digandeng malah meronta, saya dan Bu Pri berkolaborasi membawanya masuk ke sekolah. Bahkan Bu Pri berinisiatif menggendong Andro yang meronta-ronta dan sangat berat itu. Andro menangis semakin keras, meronta sejadi-jadinya. Namun Bu Pri dan saya tetap berusaha untuk membawanya masuk ke sekolah. Tidak boleh berlarut-larut.

Sampai depan kelas, Andro berlari saya berhasil mengejarnya.

“Ayo, mama temani masuk kelas, ya...”

Sekuat tenaga saya mengajak Andro masuk ditemani Bu Pri. Akhirnya Andro menurut, mulai tenang. Saya duduk di bangku belakang. Andro menoleh ke arah saya dan mulai tersenyum. Tangisnya berhenti. Memang, selama ini emosi Andro yang meledak-ledak sering berlaku sebentar. Jadi harus pinter-pinternya saya menenangkannya.

Di dalam kelas, berkali-kali Bu Pri mengajak Andro berkomunikasi. Menanyakan cita-citanya mau jadi apa dan dijawab dengan semangat oleh Andro.

“Andro mau jadi Romo...”

“Hebat..Romo itu yang biasa memimpin misa, memimpin retreat dan pinter...Tepuk tangan untuk Andro...”

Teman-temannya bertepuk tangan. Andro mulai tenang, saya juga sedikit lega. Berkali-kali Andro menengok ke arah saya memastikan bahwa saya ada untuknya. Andro mulai biasa lagi, sudah tidak ada beban yang mengganjal. Kemudian saya dekati dan beri minuman. Andro mau minum.

“Sayang, mama tinggal dulu ya..mama mau ke bank dulu. Nanti dijemput..”

Andro mengangguk mantap. Segera saya pamit kepada Bu Pri dan mengucapkan terima kasih.

“Andro hebat ya..mau ditinggal mamanya. Tepuk tangan untuk Andro..”

Sekali lagi tepuk tangan membahana. Saya terharu. Dengan dibesarkan hatinya, Andro bisa menguasai emosinya lagi.

Saya runut-runut, beberapa waktu lalu, saat orang tua ada acara rapat di sekolah, Andro pernah disungkurkan teman-temannya yang usil ke dalam kolam ikan di depan sekolah. Saat itu, Andro masuk ke ruangan saya rapat, dan dengan wajah hampir menangis mengajak saya untuk pulang. Saya terkejut, bajunya basah semua. Mungkin, kejadian itu menjadi sebab kenapa Andro enggan masuk sekolah hari ini. Andro sedikit trauma dengan bullying dari teman-temannya. Saat kejadian itu saya tidak melihat siapa yang melakukannya. Yang jelas Andro tampak sedih dan tertekan setelah itu. Lalu saya jelaskan, bahwa teman-teman Andro itu banyak macam sifatnya. Ada yang baik, ada yang usil...tapi Andro tidak perlu membalas keusilan mereka. Biarkan saja, yang penting sekarang Andro lebih hati-hati dan waspada. Tidak usah takut, jadi lelaki harus tangguh, berani dan kuat. Jangan cengeng. Begitu nasehat saya saat itu. Ya, semoga saja pengalaman ini menjadi pelajaran yang berharga bagi kita semua.

Satu yang pasti, saat anak sedih, kehilangan rasa percaya diri, jangan kita lemahkan. Tetapi kita kuatkan, besarkan hatinya sehingga dia tidak merasa sendiri dan merasakan perhatian serta kasih sayang terutama dari kita orang tuanya. Perlakuan kasar dan main fisik hanya akan membuat anak trauma, stress dan menjadi pemberontak di kemudian hari, tentunya kita tidak ingin hal itu terjadi. Ok, sekian dulu ceritanya. Bye...