Tidak seperti biasanya,
pagi ini Andro ngadat nggak mau masuk sekolah. Alasannya macam-macam,
katanya masuk anginlah, padahal saya yakin Andro baik-baik saja. Mau
belajar di rumahlah, yang biasanya mesti disuruh-suruh. Saya heran,
tidak biasanya Andro yang semangat setiap mendengar kata sekolah
tiba-tiba mlempem begini. Saya bingung, bagaimana cara membujuknya.
Mungkin ini akibat dari libur panjang saat lebaran kemarin. Seminggu
lebih cukup untuk bersantai-santai bila dibandingkan harus bangun
pagi, mandi saat mengantuk dan pergi ke sekolah.
“Ayo, Andro mandi,
sudah saatnya masuk sekolah, liburannya sudah selesai..”
Kata saya saat Andro
sudah dibangunkan. Membangunkannya pun penuh perjuangan. Lama
meleknya, keliatan masih ngantuk sekali.
“Andro masuk angin,
ma..capek..”
Saya raba keningnya.
Biasa saja, tidak panas yang mengindikasikan kalau dia sakit.
Kemarin, Andro liburan ke pantai bersama saudara-saudaranya. Mungkin
masih pengin libur, pikir saya.
“Ya sudah, periksa ke
dokter ya..”
Kata saya, dengan asumsi
Andro segan pergi ke dokter.
“Iya, ma..Andro mau
disuntik..”
Saya terkejut.
Waduh..salah strategi nih..mikir lagi..Mana jam sudah mepet lagi,
bisa telat pikir saya.
“Ya udah, yang penting
mandi dulu, ayo..”
Andro mengangguk. Mau
saya giring ke kamar mandi. Lalu ritual mandi pun berjalan lancar.
Andro menurut saat sikat gigi dan disabun.
“Ke dokternya pakai
seragam sekolah ya, biar dokternya tahu kalau Andro sudah TK..”
“Nanti dokternya biar
tahu ya..ya..Andro mau..”
Yes..bujukan saya
berhasil. Seragam saya pakaikan. Sepatu saya pakaikan. Beres, trus
sarapan dan berangkat.
Saat arah motor saya
belokkan ke kanan, Andro protes.
“Mama, kalau ke dokter
kan belok kiri bukan ke kanan..”
Gawat. Andro sudah tahu
arah. Memang arah rumah sakit ke kiri dari rumah.
“Ehm..yang di rumah
sakit sini dokternya belum datang sayang, kita ke dokter yang di
Wonosari..”
“Ya...”
Jawab Andro tanpa curiga.
Maafkan mamamu, nak, berbohong demi kebaikanmu.
Lalu kendaraan saya pacu
dan ketika mendekati sekolah Andro, Andro mulai curiga.
“Kok ke sekolah, nggak
mau, Andro nggak mau...”
Saya mulai was-was.
Segera saya parkir kendaraan di depan sekolah. Turun dari motor Andro
langsung berlari menjauh dari sekolah, saya segera mengejarnya.
Wajahnya tampak pucat, seperti takut terhadap sesuatu.
“Andro kenapa ?
Biasanya paling senang ke sekolah..nanti ketemu teman-teman,
sayang..”
Andro menggeleng kemudian
hampir menangis. Saya menggandengnya, Andro tetap terdiam di tempat.
Lalu tangisnya pecah. Saya kebingungan.
“Ayo, sayang..sudah
telat ini, Andro ada upacara bendera kan..?”
Andro tetap menggeleng
dan menangis keras.
“Ayo pulang,
mama..Andro mau pulang..”
“Sayang, kalau Andro
tidak mau masuk sekolah, mama harus minta ijin dulu sama Bu Guru. Ayo
bilang sama bu Guru dulu..”
Tangis Andro berhenti.
“Mama aja yang bilang,
Andro tunggu disini..”
“Baiklah..Andro jangan
kemana-mana ya...”
Saya beranjak menuju
sekolah. Andro pernah sekali tidak masuk sekolah karena sakit batuk
dan pilek. Itupun karena melihat temannya sakit dan tidak masuk
sekolah, makanya dia ikut-ikutan. Padahal biasanya, dalam keadaan
apapun Andro tetap ingin masuk sekolah.
Saya bertemu dengan
ibu-ibu dari teman-temannya Andro, yang menunggui anaknya. Kepada
mereka saya cerita kalau Andro tidak mau masuk sekolah dan sekarang
menunggu di parkiran. Mama Tita menyarankan agar saya menemui Bu Pri,
guru kelasnya Andro agar mau dibujuk. Lalu saya menemui Bu Pri yang
sedang mendampingi upacara dan menceritakan semuanya. Lalu Bu Pri dan
saya menemui Andro di parkiran untuk menjemput dan membujuknya masuk.
“Andro belum salam sama
Bu Guru...”
Sapa Bu Pri. Andro tampak
terkejut, kemudian mengulurkan tangannya malu-malu.
“Ayo, sudah ditunggu
temannya lho..belum tahu ceritanya mas Gilang ya..lucu lho..tadi
cerita tentang binatang peliharaan di rumahnya..”
Andro menangis lagi.
Ajakan saya untuk masuk tetap tidak ditanggapinya. Digandeng malah
meronta, saya dan Bu Pri berkolaborasi membawanya masuk ke sekolah.
Bahkan Bu Pri berinisiatif menggendong Andro yang meronta-ronta dan
sangat berat itu. Andro menangis semakin keras, meronta
sejadi-jadinya. Namun Bu Pri dan saya tetap berusaha untuk membawanya
masuk ke sekolah. Tidak boleh berlarut-larut.
Sampai depan kelas, Andro
berlari saya berhasil mengejarnya.
“Ayo, mama temani masuk
kelas, ya...”
Sekuat tenaga saya
mengajak Andro masuk ditemani Bu Pri. Akhirnya Andro menurut, mulai
tenang. Saya duduk di bangku belakang. Andro menoleh ke arah saya dan
mulai tersenyum. Tangisnya berhenti. Memang, selama ini emosi Andro
yang meledak-ledak sering berlaku sebentar. Jadi harus
pinter-pinternya saya menenangkannya.
Di dalam kelas,
berkali-kali Bu Pri mengajak Andro berkomunikasi. Menanyakan
cita-citanya mau jadi apa dan dijawab dengan semangat oleh Andro.
“Andro mau jadi
Romo...”
“Hebat..Romo itu yang
biasa memimpin misa, memimpin retreat dan pinter...Tepuk tangan untuk
Andro...”
Teman-temannya bertepuk
tangan. Andro mulai tenang, saya juga sedikit lega. Berkali-kali
Andro menengok ke arah saya memastikan bahwa saya ada untuknya. Andro
mulai biasa lagi, sudah tidak ada beban yang mengganjal. Kemudian
saya dekati dan beri minuman. Andro mau minum.
“Sayang, mama tinggal
dulu ya..mama mau ke bank dulu. Nanti dijemput..”
Andro mengangguk mantap.
Segera saya pamit kepada Bu Pri dan mengucapkan terima kasih.
“Andro hebat ya..mau
ditinggal mamanya. Tepuk tangan untuk Andro..”
Sekali lagi tepuk tangan
membahana. Saya terharu. Dengan dibesarkan hatinya, Andro bisa
menguasai emosinya lagi.
Saya runut-runut,
beberapa waktu lalu, saat orang tua ada acara rapat di sekolah, Andro
pernah disungkurkan teman-temannya yang usil ke dalam kolam ikan di
depan sekolah. Saat itu, Andro masuk ke ruangan saya rapat, dan
dengan wajah hampir menangis mengajak saya untuk pulang. Saya
terkejut, bajunya basah semua. Mungkin, kejadian itu menjadi sebab
kenapa Andro enggan masuk sekolah hari ini. Andro sedikit trauma
dengan bullying dari teman-temannya. Saat kejadian itu saya tidak
melihat siapa yang melakukannya. Yang jelas Andro tampak sedih dan
tertekan setelah itu. Lalu saya jelaskan, bahwa teman-teman Andro itu
banyak macam sifatnya. Ada yang baik, ada yang usil...tapi Andro
tidak perlu membalas keusilan mereka. Biarkan saja, yang penting
sekarang Andro lebih hati-hati dan waspada. Tidak usah takut, jadi
lelaki harus tangguh, berani dan kuat. Jangan cengeng. Begitu nasehat
saya saat itu. Ya, semoga saja pengalaman ini menjadi pelajaran yang
berharga bagi kita semua.
Satu yang pasti, saat
anak sedih, kehilangan rasa percaya diri, jangan kita lemahkan.
Tetapi kita kuatkan, besarkan hatinya sehingga dia tidak merasa
sendiri dan merasakan perhatian serta kasih sayang terutama dari kita
orang tuanya. Perlakuan kasar dan main fisik hanya akan membuat anak
trauma, stress dan menjadi pemberontak di kemudian hari, tentunya
kita tidak ingin hal itu terjadi. Ok, sekian dulu ceritanya. Bye...